Benar
bahwa ada yang mengatakan hidup ini adalah serangkaian pertemuan demi
pertemuan. Pertemuan denganmu menandakan kita pernah ada pada irisan yang sama
di satu lintasan waktu. Alam sadarku bersabda rasa itu pernah ada, menuliskan
jalan kisahnya sendiri.
Nyatanya
tak terpungkiri hatiku pernah bertekuk lutut di depan pintumu dengan sekotak
rasa yang aku punya. Dengan setulus
hatiku dan semampu yang dapat kurasa aku katakan bahwa cinta itu tak pernah
hilang walaupun sekejap tentang harap.
Mungkin
aku terluka karena musim air mata pernah tiba, menderai di antara kerontangnya
hati. Rintik sendu yang merinai di sela-sela jelaga pernah membawa seutas tanya
tentang arti hadir diri bagimu. Adakah rindu pernah menderas di tengah
malam-malammu menginginkan adaku?
Tapi
kini, semuanya berlalu. Pagi tak lagi semenyakitkan itu, rindu tidak lagi
menghentakkan kekuatannya untuk membangunkanku di antara embun beku yang
pelan-pelan terbias mentari. Aku mengerti kini bahwa hati selalu belajar
tentang kehilangan dari sebuah pertemuan.
Meskipun
terkadang tidak mudah, aku belajar untuk tidak lagi mempertanyakan segala yang
pernah ada antara kita. Kau pergi membawa segala jawab yang pernah ingin aku
dengar menuju tempat terindah di sisiNya.
Kelak kita akan bertemu di satu lintasan waktu sekali lagi, bukan untuk saling mempertanyakan tapi untuk saling menyunggingkan seulas senyum bahwa kita baik-baik saja.
Tulisan ini diterbitkan dalam Buku Sejenak Menepi terbitan Kalana Publishing.